Kamis, 07 Januari 2010

Kalimas, sungai yang menciptakan Surabaya

Sungai Kalimas-lah yang sebenarnya membuat surabaya berkembang, mengenalkan Surabaya ke dunia luar. Anak Sungai Brantas ini membuat kota dagang ini begitu tersohor sampai kini.

Sejak abad 18, kalimas memiliki pelabuhan terpanjang dengan dilengkapi ratusan pabrik dan gudang di sepenjang pinggir sungai. Jumlah ini terbanyak, bahkan Batavia tidak bisa menandingi kehebatan kalimas karena tidak ada sungai selebar dan setenang Kalimas di tanah Jawa.

Namun jangan melihat Kalimas sekarang yang jorok dan berbau. Kalimas hingga akhir
abad 18 menjadi kawasan Surabaya yang paling romantis. Gubernur Jenderal Hindia Belanda, van Imhoff, pernah menulis kekagumannya tentang Kalimas dalam memoar perjalannya.

Pada April 1746, Imhoff menuliskan kekagumannya pada kerajaan yang selama ini hanya dengar karena cerita ketangguhannya. Begini catatan sang gubernur jendral itu:

"Saya melihat ketertiban dan keindahaan Kerajaan Surabaya. Hari pertama saya gunakan berkeliling di Jalanan sekitar Keputran, dan berperahu menyusuri Kalimas yang membelah kerajaan hingga di hilir,” kesannya.

11 April 1746 itu, Imhoff barusaja berlabuh di Surabaya dari Batavia melalui laut. Sehari kemudian, Orang nomor satu di Hinda mengadakan perjalanan menyusuri Kalimas hingga ke Keputran. Ribuan tentara pribumi berkumpul di sepanjang Kalimas menyambut kedatangan Imhoff.

Sebelum 1920, pelabuhan Kalimas berada sekitar 100 meter sebelah utara jembatan merah, lokasi ini sama persis dengan ujung barat Pasar Pabean. Sampai saat ini, sisa sisa pelabnuhan itu masih terlihat dengan tanah yang lapang yang dipagari bangunan era abad 18 menghadap sungai. Sebuah menara sjahbandar pelabuhan juga masih berdiri. Sayang lingkungannya yang kini kumuh membuat ekostisme itu hilang.

Kenapa tempat ini disebut Pabean, karena memang di tempat ini biaya pajak impor atau kepabeanan dipungut. Lokasinya yang menjadi pintu masuk dan keluar kapal menjadi sangat strategis.

Di sepanjang jalan jalur dari laut menuju pelabuhan, banyak gudang dan pabrik yang memiliki dermaga masing-masing. Begitu sibuk kalimas saat itu, sampai setelah 1900 dipikirkan membangun pelabuhan di hilir yang kelak bernama Tanjung Perak.

Sisa sisa kejayaan kalimas saat ini masih bisa dilihat di pelabuhan rakyat Jl Kalimas Baru. Lokasinya berpindah sekitar satu kilometer ke arah hilir dari tempat semula. Perdagangan di pelabuhan kapal kayu pernah mencatat sejarah gemilang. Bahkan hingga akhir 1970-an, lebih dari seratus perusahaan pelayaran yang singgah. Kini perusahaan yang masih aktif bongkar muat tinggal 25 perusahaan saja.

Tidak semua kapal bisa masuk kalimas saat itu akibat tidak ada dermaga pinggir laut seperti sekarang. Kapal dari manca, terpaksa parkir di tengah laut. Untuk membongkar atau memuat barang-barang kargonya digunakanlah tongkang-tongkang atau kapal-kapal sekunar.

Setelah kapal-kapal kecil itu memuat barang ditengah laut, dengan lincah menelusuri Kalimas hingga mencapai pelabuhan utama. Kawasan sekitar pelabuhan menjadi jantung Surabaya. Diapit lapangan Willemsplen atau lapangan jembatan merah, banyak gedung perusahaan asing berdiri. Mulai gedung VoC, Internatio, hingga bak, bahkan kantor residen Soerabaia juga ada di mulut jembatan merah.

Kalimaslah yang memisahkan Surabaya menjadi dua bagian, yaitu Westerkade Kalimas (sebelah Barat Kalimas) dan Osterkade Kalimas (sebelah Timur Kalimas) atau biasa disebut warga Surabaya daerah kulon kali dan wetan kali.

Daerah wetan kali merupakan daerah perdagangan timur jauh, mulai dari Kembang Jepun, Cantikan, Kapasan, untuk warega Tiongkok, hingga kawasan Ampel untuk pedagang Arab. Sementara daerah barat sungai dikenal sebagai wilayah Eropa. kawasan koloni ini dipagari tembok kota dan rawa penuh buaya agar tidak ditembus musuh dari pedalaman.
Pelabuhan kalimas di Pabean
Jalur tram ini mengusung barang dari pelosok sampai ke bibir kalimas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar